A.
MENGENAL
TEKS CERITA SEJARAH
1. Pengertian Cerita Sejarah
Cerita
sejarah adalah cerita yang mengisahkan sebuah peristiwa manusia bersumber dari
realisasi diri, kebebasan, dan keputusan daya rohani yang menceritakan kisah
masa lampau, studi tentang sebab dan akibat. Sejarah kita adalah cerita hidup
kita. Berdasarkan bahasa Indonesia, sejarah mengandung tiga pengertian :
a.
Sejarah adalah silsilah atau asal-usul.
b.
Sejarah adalah kejadian atau peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau.
c.
Sejarah adalah ilmu, pengetahuan, dan cerita
pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi di masa
lampau.
Cerita
sejarah dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau
dalam kehidupan umat manusia. Sejarah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari
tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih maju atau modern. Ciri-ciri teks
sejarah
a.
Menceritakan tentang masa lalu berdasarkan
urutan waktu atau kronologis.
b.
Terdapat peristiwa sejarah yang menyangkut tiga
dimensi waktu, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan dating.
c.
Ada hubungan sebab akibat atau kasualitas dari
peristiwa tersebut.
d.
Kebenaran dari peristiwa sejarah bersifat
sementara (merupakan hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data
pembuktian yang baru.
2. Sejarah Sebagai Kisah
Sejarah
sebagai kisah merupakan rekontruksi dari suatu peristiwa yang dituliskan maupun
diceritakan oleh seseorang. Sejarah sebagai sebuah kisa dapat berbentuk lisan
dan tulisan. Bentuk lisan, contoh penuturan secara lisan baik yang dilakukan
oleh seorang maupun kelompok tentang peristiwa yang telah terjadi. Bentuk tulisan,
dapat berupa kisah yang ditulis dalam buku-buku sejarah. Sejarah sebagai kisah
sifatnya akan subjektif karena tergantung pada interpretasi atau penafsiran
yang dilakukan oleh penulis sejarah. Subjektivitas terjadi lebih banyak
diakibatkan oleh faktor-faktor kepribadian si penulis atau penutur cerita.
Sejarah sebagai kisah dapat berupa narasi yang disusun berdasarkan memori,
kesan, atau tafsiran manusia terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi pada
waktu lampau. Sejarah sebagai kisah dapat diulang, ditulis oleh siapapun, dan
kapan saja. Untuk mewujudkan sejarah sebagai kisah diperlukan fakta-fakta yang
diperoleh atau dirumuskan dari sumber sejarah, tetapi tidak semua fakta sejarah
dapat diangkat dan hanya peristiwa penting yang dapat disahkan.
Faktor
yang harus diperhatikan dan mempengaruhi dalam melihat sejarah sebagai kisah,
adalah sebagai berikut.
a. Kepentingan yang diperjuangkannya
Faktor
kepentingan dapat terihat dalam cara seseorang menuliskan dan menceritakan
kisah/ peristiwa sejarah. Kepentingan tersebut dapat berupa kepentingan pribadi
maupun kepentingan kelompok.
Contoh:
seorang pencerita biasanya akan lebih menonjolkan perannya sendiri dalam suatu
peristiwa. Misalnya, seorang pejuang akan menceritakan kehebatannya dalam
menghadapi penjajah
b. Kelompok sosial di mana dia berada
Dalam
hal ini adalah lingkungan tempat ia bergaul, berhubungan dengan sesame
pekerjaannya atau statusnya. Dari mana asal pencerita sejarah tersbut juga
mempengaruhi cara penulisan sejarah.
Contoh:
seorang sejarawan akan menulis sejarah dengan menggunakan kaidah akademik ilmu
sejarah, sedangkan seorang wartawan akan menulis sejarah dengan bahasa
wartawan.
c. Perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya
Pengetahuan
dan latar belakang kemampuan ilmu yang dimiliki pencerita sejarah juga
mempengaruhi kisah sejarah yang disampaikan. Hal tersebut dapat terlihat dari
kelengkapan kisah yang akan disampaikan, gaya penyampaian, dan interpretasinya
atas peristiwa sejarah yang akan dikisahkannya.
d. Kemampuan bahasa yang dimilikinya
Pengaruh
kemampuan bahasa seorang penutur/pencerita sejarah sebagai kisah terlihat dari
hasil rekontruksi penuturan kisah sejarah. Hal ini akan sangat bergantung pada
kemampuan bahasa si penutur kisah sejarah.
B.
KEBAHASAAN DALAM CERITA SEJARAH
a. Verba
Verba yang digunakan dalam teks cerita sejarah
adalah verba aksi, yaitu verba yang menjelaskan sesuatu yang dilakukan subjek
dan berbentuk imperative.
b. Adverbia
Kata keterangan yang memberikan lebih detail
terhadap waktu, peristiwa, kejadian, dan tempat dalam runtut penceritaan
sejarah.
c. Adjektiva
Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang
menerangkan nomina atau kata benda. Frasa adjektiva adalah kelompk kata sifat
dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti agak, amat, sekali, harus, kurang, lebih,
nian, paling, dan sangat
d. Pronominal
1.
Pronomina Persona
Kata ganti yan dipakai untuk mengacu pada
orang, misalnya ia, -nya, mereka, kita, dan
kami.
2.
Pronomina Penunjuk
Kata ganti yang dipakai untuk mengacu pada
tempat, waktu, atau peristiwa. Misalnya ini,
itu, di sini, di sana, dan, di situ.
e. Kalimat Langsung
Kalimat langsung dalam teks cerita sejarah
dapat berupa dialog yang ditandai dengan penggunaan tanda petik ganda (“…”).
f.
Kalimat
Tidak Langsung
Oleh pengarang, kalimat tidak langsung banyak
digunakan sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh. Contoh pernyataan
yang menyatakan kalimat tidak langsung, misalnya, mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, mengungkapkan,
menanyakan, dan menuturkan.
g. Bahasa Kiasan
Bahasa/kata
yang bermakna indah, namun tidak menggambarkan makna yang sesungguhnya, hanya
sekedar kiasan dari makna tersebut.
1. Bahasa Kiasan Bermakna Simbolik
Bahasa yang berupa symbol yang telah dikenal untuk
menggambarkan sesuatu
2. Bahasa Kiasan Bermakna Ungkapan
Kelompok kata atau gabungan kata yang
menyatakan makna khusus.
h. Majas
1. Majas Perbandingan
·
Personifikasi,
yaitu majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan
sifat-sifat manusia.
·
Metafora,
yaitu majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan
perbandingan langsung (tanpa kata penghubung) dengan sifat yang sama atau
hampir sama.
·
Hiperbola,
yaitu majas yang melukiskan sesuatu dengan kata-kata berlebihan
yang cenderung tidak masuk akal untuk mendapatkan kesan atau efek-efek
tertentu.
2. Majas Penegasan
·
Pleonasme,
yaitu majas penegasan yang menggunakan kata yang sebenarnya tidak
perlu dikatakan lagi karena arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang
diterangkan.
·
Repetisi,
yaitu majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata
atau beberapa kata berkali-kali.
3. Majas Pertentangan
·
Antithesis,
yaitu majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan
mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan makna.
·
Paradoks,
yaitu majas pertentangan yang melukiskan sesuatu seolah-olah
bertentangan, padahal maksud sesungguhnya tidak bertentangan karena objeknya
berlainan.
4. Majas Sindiran
·
Ironi,
yaitu majas sindiran yang melukiskan sesuatu yang menyatakan
sebaliknya dengan maksud untuk menyindir seseorang.
i.
Konjungsi
1. Konjungsi Kausalitas
Konjungsi kausalitas adalah konjungsi yang
menghubungkan sebab dan akibat. Kata-kata yang dipakai untuk menyatakan
hubungan sebab adalah sebab, karena, dan
oleh karena itu.
2. Konjungsi Temporal
Kata penghubung penanda keterangan waktu
digunakan untuk menata urutan-urutan peristiwa yang diceritakan pada teks
cerita sejarah atau novel sejarah.
Konjungsi temporal terbagi menjadi dua,
yaitu :
·
Konjungsi
temporal sederajat, yaitu kata hubung yang bersifat sederajat atau
setara, misalnya kemudian dan lalu.
·
Konjungsi
temporal tidak sederajat, yaitu kata penghubung yang menghubungkan dua
klausa atau lebih pada kalimat majemuk bertingkat atau tidak sederajat,
misalnya ketika, sejak, sebelum, sesudah, hingga, sementara, dan sambil.
C.
Struktur yang Membangun Teks Cerita Sejarah
Teks
cerita sejarah merupakan teks yang menceritakan tentang peristiwa yang terjadi
pada masa lampau sehingga sejarah sebagai peristiwa, yaitu peristiwa yang
sebenarnya telah terjadi/berlangsung pada waktu lampau. Sejarah melihat
sebagaimana/seperti apa yang seharusnya terjadi (histori realite). Struktur
yang membangun teks cerita sejarah, yaitu:
1.
Unsur Intrinsik
Unsur
intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir, unsur-unsur yang secara
factual dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik dalam
karya sastra, khususnya cerita sejarah, meliputi tokoh/penokohan, alur (plot),
gaya bahasa, sudut pandang, latar (setting), tema, dan amanat. Berikut
penjelasan mengenai unsur intrinsic.
a. Tema
Tema
merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya
dalam membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah mempunyai sebuah tema,
karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa yang akan
dibuat. Dalam menulis cerpen, puisi, novel, karya tulis, dan berbagai macam
jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema. Jadi jika diandaikan seperti
sebuah rumah, tema adalah fondasinya. Tema juga hal yang paling utama dilihat oleh pembaca sebuah
tulisan. Jika temanya menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan
tersebut.
b. Alur
Alur
adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hokum sebab akibat. Alur tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, alur
biasa disebut juga susunan cerita atau jalan cerita. Ada du acara yang dapat
digunakan dalam menyusun bagian-bagian cerita, yakni pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian.
Susunan yang demikian disebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut sebagai
berikut:
1.
Mulai melukiskan keadaan (situation).
2.
Peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses).
3.
Keadaan mulai memuncak (rising action).
4.
Mencapai titik puncak (klimaks).
5.
Pemecahan masalah/penyelesaian (denouement).
c. Latar atau setting
Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk mmemberikan kesan realistis kepada
pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan
terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai
berikut.
1.
Latar tempat
Latar
tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang dipergunakan
berupa tempat-tempat dengan nama terntentu.
2.
Latar waktu
Latar
waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
3.
Latar sosial
Latar
sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial
dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya.
d. Tokoh dan penokohan
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku
cerita, sedangkan watak, perwatakan, atau karakter menunjuk pada sifat dan
sikap para tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Tokoh
cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat,
atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Secara umum kita
mengenal tokoh protagonist dan antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi,
tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi
kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan
harapan pembaca. Adapun tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan
terjadinya konflik.
Tokoh antagonis merupakan tokoh penentang tokoh
protagonist. Penokohan merupakan watak tokoh-tokoh dalam cerpen atau karakter
menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi
seorang tokoh. Pemberian karakter tokoh atau pelaku dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Penokohan langsung, artinya dalam menuturkan
ceritanya, pengarang menyebutkan secara langsung perwatakan tokohnya. Dalam
Teknik penokohan jenis ini, pembaca tidak perlu menyimpulkan perwatakan pelaku.
Penokohan tidak langsung, artinya dalam menuturkan ceritanya, pengarang tidak
secara langsung menyebutkan watak tokohnya. Pengarang melukiskannya melalui
tingkah laku, sikap, lingkungan, maupun gambaran fisik tokoh. Bahkan, bisa juga
melalui reaksi tokoh lain terhadap tokoh yang dimaksud. Dalam Teknik penokohan
jenis ini, pembaca harus menyimpulkan sendiri perwatakan tokoh. Watak
tokoh-tokoh tergambar dalam tiga dimensi di antaranya sebagai berikut.
1.
Keadaan fisik meliputi jenis kelamin, ciri-ciri
tubuh, suku, bangsa, kurus atau gemuk, jangkung atau pendek, dan sebagainya
2.
Keadaan psikis di antaranya watak seperti jahat
dan baik, ambisi, moral, keadaan emosi, dan sebagainya.
3.
Keadaan sosiologis antara lain, agama, jabatan,
dan pekerjaan.
2.
Unsur Ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang tak kalah penting jika dibandingkan dengan
unsur intrinsic. Unsur-unsur ekstrinsik dalam sebuah cerita adalah unsur-unsur
yang berada di luar cerita tersebut, tetapi secara tidak langsung memengaruhi
isi cerita tersebut. Secara khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang mempengaruhi sebuah cerita dalam sebuah karya sastra.
Unsur-unsur ekstrinsik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Biografi, yaitu keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sifat, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu
akan memengaruhi corak karya sastra yang ditulisnya.
2.
Psikologi, baik psikologi yang mencakup proses
kreatifnya, maupun penerapan prinsip psikologi politik dan sosial juga yang
akan berpengaruh terhadap karya sastra yang diciptakannya.
3.
Keadaan masyarakat di tempat pengarang pun
dapat mempengaruhi karya yang dibuat pengarang. Contohnya ekonomi, politik, dan
sosial
D.
MENGABSTRAKSI DAN MENGONVERSI TEKS CERITA
SEJARAH
Mengabstraksi
hampir sama dengan merangkum atau meringkas. Jadi hanya mengambil pokok atau
inti dari teksnya saja, sedangkan mengonversi berarti mengubah secara
keseluruhan teks tersebut tanpa mengubah maksud atau makna teks.
1. Langkah-langkah Mengabstraksi Teks Cerita
Sejarah
a) Membaca isi teks
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan dan
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Kalau hal ini tidak terpenuhi,
maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami,
dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Hal tersebut berarti bahwa
membaca memberikan respons terhadap segala ungkapan penulis sehingga mampu
memahami materi bacaan dengan baik. Sumber yang lain juga mengungkapkan bahwa
membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerja sama beberapa
keterampilan, yakni mengamati, memahami, dan memikirkan.
b) Menentukan ide pokok
Ide pokok adalah ide/gagasan yang menjadi pokok
pengembangan paragraf. Ide pokok ini terdapat dalam kalimat utama. Nama lain
ide pokok adalah gagasan utama, gagasan pokok. Dalam satu paragraf hanya ada
satu ide pokok.
c) Menentukan kalimat utama
Kalimat
utama adalah kalimat yang didalamnya terdapat ide pokok paragraf. Kalimat utama
ini dijelaskan oleh kalimat-kalimat lain dalam paragraf tersebut, yang disebut
dengan kalimat penjelas. Nama lain untuk kalimat utama adalah kalimat topik.
d) Menentukan kata kunci
Suatu
kata kunci merupakan sebuah kata atau konsep dengan keistimewaan, yang berarti kata
apa pun yang digunakan sebagai kunci dan kode atau digunakan untuk
menghubungkan ke kata lain atau informasi lain.
e) Merangkai kata kunci menjadi kalimat
Merangkai
kata kunci menjadi sebuah kalimat yaitu setiap kata yang menjadi ide pokok
dalam sebuah paragraf menjadi satu kesatuan kalimat yang lain, tetapi masih
memiliki makna atau topik yang sama dengan kalimat sebelumnya.
f) Menyusun menjadi abstraksi
Abstraksi
adalah bagian ringkas suatu uraian yang merupakan gagasan utama dari suatu
pembahasan yang akan di uraikan. Abstrak digunakan sebagai “jembatan” untuk memahami
uraian yang akan disajikan dalam suatu karangan (biasanya laporan atau artikel
ilmiah) terutama untuk memahami ide-ide permasalahannya. Dari abstrak, pembaca
dapat mengetahui jalan pikiran penulis laporan/artikel ilmiah tersebut dan
mengetahui gambaran umum tulisan secara lengkap.
2. Langkah-Langkah Mengonversi Teks Sejarah
I.
Pilih teks yang telah ditentukan!
II.
Mengubah kata-katanya menjadi suatu
pembicaraan.
III.
Setelah menjadi pembicaraan, baru ubahlah
menjadi drama.
IV.
Setelah diubah menjadi drama, dramanya tidak
melingkupi semua teks.